Selasa, 28 Agustus 2012

Demokrat Setuju Sri Sultan Tak Berpartai

Partai Demokrat sepakat dengan klausul Rancangan Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) yang tidak memperbolehkan Sri Sultan Hamengku Buwono terlibat dalam aktivitas partai politik saat menjabat sebagai Gubernur DIY.

Demikian dikatakan Wakil Sekretaris Fraksi PD Achsanul Qosasi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/8). "Idealnya pejabat publik itu memang harus mengayomi semua golongan. Seperti Sultan, kan enggak boleh jadi anggota Parpol. Idealnya memang begitu, gubernur, bupati tidak boleh berparpol," kata Achsanul.

Lebih lanjut Achsanul berharap nantinya harus dilakukan pembahasan terkait revisi Undang-undang Pilkada yang mengatur ketentuan bahwa kepala daerah harus melepaskan jabatannya di partai politik untuk mendukung gagasan tersebut.

"Semua gubernur terpilih harus menanggalkan jabatannya di parpol. Kan ada revisi Undang-Undang Pilkada. Kalau perlu sampai bupati. Pokoknya yang dipilih rakyat, yang melalui proses demokrasi harus benar-benar untuk rakyat sepenuhnya," tegasnya.

Bentrok Sampang Dipicu Konflik Dua Kiai

Konflik Syiah dan Sunni yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur pada Ahad lalu lantaran dipicu konflik antara dua keluarga kiai yang masing-masing memiliki pengikut. Konflik tak dapat diredam aparat keamanan dan pemerintah, bahkan kian meruncing karena tercampur ranah politis.

Peristiwa tersebut berawal dari selisih paham tentang tata cara beribadah antara Kiai Rois yang didukung warga setempat dengan adik ustaz Tajul Muluk yang menganut paham Syiah. Sang ustaz Tajul berada di pihak minoritas yang kian tersudut.

Polisi dianggap tak mampu melindungi warga Syiah bahkan dianggap lambat menangkap para pelaku yang membakar rumah dan musala kaum Syiah. Bahkan pemimpin Syiah, Tajul Muluk divonis dua tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri Sampang karena dinilai bersalah melakukan penodaan agama.

Kondisi tersebut diperparah setelah dimasukkan masalah politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sampang. Sang Bupati, Nur Cahya, menurunkan jabatan Sekretaris Daerah Sampang Hermanto Subaidi menjadi staf kelurahan karena bersaing dalam pilkada tersebut. Beberapa peneliti masalah Sampang menduga langkah ini memiliki korelasi politik yang ingin mengambil suara mayoritas masyarakat Sampang

Sementara, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan terjadinya kembali tragedi Sampang berdarah. Karena sebelumnya, Komnas HAM telah memberikan rekomendasi pada pemerintah namun dinilai tak dijalankan. Untuk itu, langkah penegakan hukum harus benar-benar dijalankan agar kondisi keamanan di Sampang bisa pulih.

Walau peristiwa sampang diketahui bersumber dari konflik keluarga, membiarkan masalah berlarut tanpa penanganan yang jelas telah menimbulkan korban jiwa dan menebar ketakutan.

Rabu, 01 Agustus 2012

KPK Terlihat Tidak Serius Ungkap Korupsi Simulator SIM

JAKARTA - Anggota komisi III DPR, Eva Sundari Kusuma menilai penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Korps Polisi Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri tidak mencerminkan kesungguhan dalam pemberantas korupsi.

"Tidak bisa kalau pakai pasal 11 dan pasal 50 UU nomor 30 tahun 2002, yang menyatakan ketika suatu kasus ditangani oleh penydik, dan saat KPK mengambil alih maka kasus itu harus diberikan kepada KPK," katanya dalam diskusi terbuka dengan tema "Menimbang Solusi Atas Kriminalisasi Rezim SBY" di Cikini, Rabu (1/8/2012).

Jika polisi memang ingin lakukan bekerja sama, kata dia, maka yang harus memimpin adalah KPK. "Jadi KPK yang menentukan seberapa jauh polisi boleh masuk seberapa jauh polisi boleh terlibat," jelasnya.

"Karena kalau dipimpin bersama-sama, ini ada resiko karena salah satu pihak ada konflik human interes gitu, jadi saya mendorong satu ditangani secara eksklusif oleh KPK, toh para penyidikannya dari kepolisian pasti mereka juga akan lapor," imbuhnya.

Eva menuturkan kewenangan KPK untuk memimpin penyidikan dikuatkan dalam pasal yang ada."Dan penegakan hukum harus basisnya pada fakta hukum dan bukti hukum," kata Eva.

Jika memang ingin membongkar kasus simulator SIM secara bersama-sama, sambung Eva, kepolisian harusnya kooperatif terhadap KPK, "Jika diperlukan data-data yang lain seharusnya diberikan," tambahnya.

Lebih lanjut, Eva menjelaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga harus ikut terlibat untuk membongkar kasus korupsi simulator SIM.

"Karena semua (KPK dan Polisi) anak buahnya Pak SBY dan Pak SBY harus memastikan mereka ikut skenario bagi pemberantasan korupsi," tegasnya.